Gejala Halusinasi

Halusinasi.


Gambar Rumah sakit pada masa kolonial Hindia Belanda di Abad ke-20.

a.       Pengertian.

Halusinasi merupakan suatu keadaan hilangnya kemampuan individu dalam membedakan antara rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi tentang lingkungan tanpa objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mendengarkan suara-suara tetapi pada kenyataannya tidak ada orang yang berbicara (Muhith, 2015).

Halusinasi merupakan gangguan persepsi sensori dari suatu objek tanpa rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi pancaindera. Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa yang pasien mengalami perubahan sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan,perabaan, atau penciuman. Pasien merasakan rangsangan yang sebenarnya tidak ada (Yusuf AH, 2015).

b.      Etiologi.

Penyebab halusinasi menurut (Yosep, 2011) meliputi :

1)      Faktor predisposisi

a)      Faktor pengembangan

Perkembangan klien yang terganggu misalnya kurangnya mengontrol emosi dan keharmonisan  keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi hilang percaya diri.

b)      Faktor sosiokultural

Seseorang yang merasa tidak terima dilingkungan sejak bayi akn membekas diingatannya hingga dewasa dan dirinya akan merasa diasingkan , kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya.

c)      Faktor biokimia

Adanya stres yang berlebihan yang dialami oleh seseorang maka di dalam tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia dan metytranferase sehingga terjadi ketidakseimbangan asetil kolin dan dopamin.

d)      Faktor psikologis

Tipe kepribadian yang lemah tidak bertanggungjawab akan mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adaptif. Klien memilih kesenangan menuju alam yang tidak nyata.

e)      Faktor genetik dan pola asuh

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sngat berpengaruh pada penyakit ini.

2)      Faktor presipitasi.

Dapat dilihat dari lima dimensi menurut (Rawlins, 1993 dalam (Yosep, 2011).

a)      Dimensi fisik

Halusinasi dapat timbul dari kondisi fisik seperti kelelahan, pengunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.

b)      Dimensi emosional

Dapat berupa perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut sehingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.

c)      Dimensi Intelektual

Dalam dimensi ini merangsang bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinsi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tidak jarang akan mengontrol semua perilaku  klien.

d)      Dimensi sosial

Dalam dimensi ini klien menganggap bahwa di alam nyata sngat membahaykan, sehingga klien lebih sering senang dengan halusinasinya seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri yang tidak di dapatkan dalam dunia nyata.

e)      Dimensi spiritual

Berupa hilangnya aktivitas beribadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri. Menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabkan takdirnya memburuk.

c.       Manifestasi Klinis.

Pada klien halusinasi cenderung menarik diri, sering di dapatkan duduk terpaku pada pandangan mata satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri. Secara tiba-tiba marah dan menyerang orang lain, gelisah atau melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesuatu.

Menurut (Direja, 2011) tanda dan gejala halusinasi meliputi :

1)      Halusinasi pendengaran :  berbicara sendiri atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, mengarahkan telinga ke arah tertentu, menutup telinga, mendengar suara atau kegaduhan, mendengarkan suara yang bercakap-cakap, mendengar suara yang menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.

2)      Halusinasi penglihatan : melihat bangunan, melihat hantu, menunjukkan ke arah tertenu, ketakutan terhadap sesuatu yang berbahaya.

3)      Halusinasi penghidu : membaui bau-bau seperti darah, urine, fese, (kadang-kadang bau itu menyenangkan), menghidu sepertisedang membaui tertentu, menutup hidung.

4)      Halusinasi pengecap : merasakan adanya rangsangan rasa seperti darah, ingin meludah dan muntah.

5)      Halusinasi perabaan : mengatakan adanya serangan dipermukaan kulit, merasa tersengat listrik, menggaruk-garuk permukaan kulit.

d.      Rentang Respon.

1)      Respon Neurobiologis adaptif yaitu respon yang dapat diterim oleh norma-norma sosial budaya yang berlaku. Dapat dikatakan bahwa individu tersebut dalam batas normal. Jika menghadapi masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut. Respon adaptif sebagai berikut :

a)      Pikiran logis, pandangan dapat mengarah pada keadaan yang nyata/pada kenyataan.

b)      Persepsi akurat, pandangan yang tepat pada kenyataan.

c)      Emosi konsisten dengan pengalaman, perasaan yang timbul dari pengalaman.

d)      Perilaku sosial, sikap dan tingkah laku yang dikatakan masih dlam batas wajar.

e)      Hubungan sosial harmonis merupakan suatu proses interaksi dengan orang lain dan lingkungan.

2)      Respon Neurobiologis Boder Line.

a)      Proses pikir kadang terganggu yaitu proses pikir yang menimbulkan gangguan.

b)      Ilusi yaitu interpretasi atau penilaian yang salah tentang penerapan yang benar-benar terjadi karena adanya rangsangan yang diterima panca indera.

c)      Emosi tidak stabil adalah emosi yang berlebihan atau berkurang.

d)      Perilaku tidak biasa merupakan sikap dan tingkah laku yang abnormal melebihi batas kewajaran.

e)      Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain.

3)      Respon Neurobiologis maladaptif.

        merupakan respon individu dalam menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan, adapun respon maladaptif ini antara lain:

a)      Gangguan proses berfikir adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial.

b)      Halusinasi yaitu persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang tidak realita atau tidak ada.

c)      Kesukaran proses emosi merupakan perubahan sesuatu yang timbul dari hati.

d)      Perilaku yang tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak teratur.

e)      Isolasi sosial merupakan kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan diterima sebagai kesatuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan yang negatif mengancam.

e.       Fase Halusinasi.

Stuart & Laraia 2005 dikutip dalam (Muhith, 2015) menjelaskan fase halusinasi dalam 4 fase berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan kemampuan klien mengendalikan dirinya, yaitu sebagai berikut :

1)      Fase pertama.

Disebut juga dengan fase comforting yaitu fase menyenangkan. Pada tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik.

Karakteristik : klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan rasa bersalah, kesepian yang memuncak tidak dapat diselesaikan, klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan.

Perilaku klien : tersenyum dan tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakn mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.

2)      Fase kedua.

Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi menjadi menjijikan dalam psikotik ringan.

Karakteristik : pengalaman sensori yang menjijikan dan menakutkan, kecemasan meningkat, melamun, berpikir sendiri jadi dominan, mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas, klien tidak ingin orang lain tahu, dan tetap dapat mengontrolnya.

Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem syaraf otonom seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah, klien asyik dengan halusinasinya dan tidak bisa membedakan realitas.

3)      Fase ketiga

Disebut fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik.

Karakteristik : bisikan, bayangan, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol klien, klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.

Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentan perhatian hanya beberapa menit atau detik, tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor, dan tidak mampu memenuhi perintah.

4)      Fase keempat.

Disebut fase conquering atau panik, yaitu klien lebur dengan halusinasinya termasuk dalam psikotik berat.

Karakteristik : pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasinya, halusinasi berakhir dari beberapa jam atau hari jika tidak ada intervensi terapeutik.

Perilaku klien : perilaku error akibat panik, potensi kuat sicide atau homicide, aktivitas fisik merelaksasikan halusinasi seperti perilaku kekerasan, agitas, menarik diri, tidak mampu memerintah merespon perintah yang kompleks, tidak mampu merespon lebih dari satu orang, gitasi atau katatonik.

f.        Psikodinamika

1)      Faktor Presipitasi.

a)      Sosial Budaya.

Dalam teori menyebutkan bahwa stres lingkungan dapat menyebabkan terjadi respon neurobiologis yang maladaptif, misalnya lingkungan yang penuh kritikan kehilangan kemandirian dalam kehidupan, kehilangan harga diri, kemiskinan, kerusakan dalam hubungan interpersonal, kesepian, tekanan dalam pekerjaan. Teori ini mengatakan bahwa stres yang menumpuk dapat menunjang terjadinya gangguan psikotik tetapi tidak diyakini sebagai penyebab utama gangguan.

b)      Biokimia.

Dopamine, neropineprin, zat halusigen dapat menimbulkan persepsi yang dingin oleh klien sehingga klien cenderung membenarkan apa yang dikhayal.

2)      Faktor Predisposisi.

Berdasarkan (Dermawan,R., 2013) predisposisi yaitu :

a)      Faktor Biologis.

Adanya hambatan dalam perkembangan otak khusus konteks lobus provital, temporal dan limbik yang disebabkan gangguan perkembangan dan fungsi susunan syaraf pusat. Hambatan ini dapat mengakibatkan hambatan dalam belajar, berbicara, daya ingat dan mungkin perilaku menarik diri dapat menyebabkan orang tidak mau bersosialisasi sehingga kemampuan dalam menilai berespon dengan realita dapat hilang dan sulit membedakan rangsangan internal dan eksternal.

b)      Faktor Psikologis.

Halusinasi dapat terjadi pada orang yang mempunyai keluarga overprotektif sangat cemas hubungan dalam yang dingin dan tidak harmonis, perhatian dengan orang lain yang sangat berlebihan ataupun yang sangat kurang sehingga menyebabkan koping individu dalam menghadapi stres tidak adaptif.

c)      Faktor Sosial Budaya.

Kemiskinan dapat sebagai faktor terjadi halusinasi bila individu mempunyai koping yang tidak efektif maka ia akan suka berkhayal menjadi orang hanya dan lama kelamaan.

3)      Penilaian Terhadap Stressor.

Menurut (Yusuf AH, 2015) penilaian terhadap stressor meliputi penentuan arti dan pemahaman terhadap pengaruh situasi yang penuh dengan stress bagi individu. Penilaian terhadap stressor ini meliputi respon kognitif, afektif, fisiologi, perilaku dan respon sosial. Penilaian adalah dihubungkan dengan evaluasi terhadap pentingnya suatu kejadian yang berhubungan dengan kondisi sehat.

a)      Respon kognitif yaitu memainkan peran sentral dalam adaptasi. Faktor kognitif mencatat kejadian yang menekan, memilih pola koping yang digunkan, serta emosional, fisiologi, perilaku dan reaksi sosial seseorang.

b)      Respon afektif adalah membangun perasaan. Reaksi yang umumnya merupakan reaksi kecemasan yang hal ini diekspresikan dalam bentuk emosi. Biasanya respon ini meliputi sedih, takut, marah, tidak percaya atau kaget. Emosi juga menggambarkan tipe, durasi, dan karakter yang berubah sebagai hasil dari suatu kejadian.

c)      Respon fisiologis adalah merefleksikan interaksi beberapa neuroendokrin yang meliputi hormon, prolaktin, hormon andrenokortikotropik, vasopresin, insulin, oksitosin, dan neurotransmiter lain di otak. Respon fisiologis melawan atau menghindar adalah menstimulasi devisi simpatik dari sistem syaraf autonomi dan meningkatkan aktivitas kelenjar adrenal.

d)      Respon perilaku adalah hasil dari respon emosional dan fisiologis.

e)      Respon sosial biasanya didasarkan pada tiga aktivita, yaitu mencari arti, atribut sosial, dan perbandingan sosial.

4)      Sumber Koping.

Berdasarkan pemaparan (Yusuf AH, 2015) bahwa sumber koping meliputi aset ekonomi, kemampuan dan ketrampilan, teknik pertahanan, dukungan sosial, serta motivasi.

a)      Asset ekonomi.

Keadaan ekonomi yang krisis dapat mempengaruhi meningkatknya penderita yang mengalami gangguan jiwa.

b)      Kemampuan dan ketrampilan.

Seseorang yang memiliki kemampuan dan ketrampilan akan merasa bahwa dirinya dapat bermanfaat untuk dirinya sendiri dan orang disekitarnya, sehingga dirinya lebih percaya diri dan memaksimalkan perannya.

c)      Tehnik pertahanan.

Mekanisme pertahanan jiwa dapat digunakan sebagai mekanisme pertahanan yang adaptif sehingga hasilnya positif dan dapat digunakan secara maladaptif sehingga hasilnya kurang baik. Ketika seseorang mengetahui kelemahan dirinya dan mencoba mengatasi kekurangan tersebut agar pikiran sadarnya tidak menyadari kelemahan atau kekurangan pada dirinya.

d)      Dukungan sosial.

Merupakan suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya, sehingga seseorang akan merasa bahwa ada orang lain yang perhatian, peduli dan mencintainya. Keluarga biasanya sebagai sumber dukungan sosial dan sebagai kunci penyembuhan penderita gangguan jiwa.

e)      Motivasi.

Keluarga memiliki motivasi negatif untuk menerima kembali klien gangguan jiwa. Hal ini dapat terjadi karena kurangnya pengetahuan keluarga tentang pentingnya penerimaan kembali klien gangguan jiwa. Sehingga pemberdayaan keluarga dalam upaya-upaya kesehatan jiwa sangat diperlukan, dimana peran petugas kesehatan khususnya perawat dapat memberikan penyuluhan atau konseling kepada keluarga untuk meningkatkan motivasi dalam menerima kembali klien gangguan jiwa.

5)       Mekanisme Koping.

Mekanisme koping merupakan upaya yang diarahkan pada pengelolaan stres termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dari mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri (Stuart, Laraia 2005) dalam (Muhith, 2015) :

a)      Regresi : menjadi malas beraktivitas sehari-hari.

b)      Proyeksi : menjelaskan perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.

c)      Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.

d)      Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien.

g.      Penatalaksanaan.

1)      Farmakoterapi.

      Neuroleptika dengan dosis efektif berguna bagi pasien skizofrenia yang menahun, biasanya hasil akan lebih baik jika diberikan dalam dua tahun penyakit. Neuroleptika dengan dosis efektif tinggi bermanfaat bagi penderita dengan psikomotorik yang meningkat

2)      Terapi Kejang Listrik.

      Pengobatan ini adalah pengobtan yng menimbulkan kejang grandmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode. Terapi ini biasa nya diberikan pada pasien  skizofrenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang lsitrik 4-5 joule/detik.

3)      Psikoterapi dan Rehabilitasi.

      Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu karena berhubungan dengan mempersiapkan pasien untuk  kembali ke masyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik untuk mendorong pasien bergaul. Terapi yang dapat dilakukan merupakan terapi modalitas dan meliputi :

a)      Terapi Aktivitas:

(1)   Terapi musik

Fokus : mendengarkan, memainkan alat musik, bernyanyi, relaksasi dengan musik.

(2)   Terapi Seni

Fokus : mengekspresikan perasaan melalui berbagai pekerjaan seni.

(3)   Terapi Menari

Fokus : pengekspresian perasaan melalui gerakan tubuh.

(4)   Terapi Relaksasi

Belajar dan praktik relaksasi dalam kelompok agar perilaku maladaptif meningkatkann partisipasi dan kesenangan pasien dalam kehidupan.

b)      Terapi Sosial.

Belajar untuk bersosialisasi dengan pasien lain, perawat atau dokter.

c)      Terapi Kelompok.

    Terapi ini meliputi : Terapi Group , Terapi Aktivitas Kelompok Stimulus Persepsi : Halusinasi, dan Terapi Lingkungan pada suasana rumah sakit yang dibuat seperti suasana dirumah (home like atmosphere).

Comments

Post a Comment

Popular Posts

Max Havelar

Murudeka