Perang Jawa di Desa Tambongwetan Kabupaten Klaten (BAB III Part 4).

 BAB III Part IV.

JEJAK LASKAR DIPONEGORO DI DESA TAMBONGWETAN KECAMATAN KALIKOTES KABUPATEN KLATEN.



Pada saat terjadi insiden pertempuran di kawasan Gawok, pasukan elit Pajang dan Mandoeng mengabarkan pada Pangeran Diponegoro bahwa mereka tidak mampu untuk meneruskan perlawanannya terhadap pasukan aliansi Belanda. Hal itu dikarenakan, pasukan tempur lasakar Diponegoro sejak awal telah mengalami kekalahan dalam jumlah, itu merupakan salah satu imbas dari pertempurannya dikawaan Kalitan. Melihat hal itu, Pangeran Diponegoro segera bergegas dengan menunjuk pasukan elit Bukiyo, Suraya, Panilih, dan Tamtama untuk melakukan penyerangan di kawasan Gawok demi membantu pasukan elit Pajang dan Mandoeng yang sedang dalam kondisi terpojok oleh pasukan aliansi Belanda.[1]

Selama insiden tesebut, situasi perang semakin rusuh dan kacau setelah untuk kedua kalinya pasukan tempur laskar Diponegoro mengalami situasi terpojok sampai akhirnya mengalami kekalahan perang di kawasan Gawok. Sehingga situasi yang kacau tersebut, membuat banyak prajurit laskar Diponegoro yang memilih untuk melarikan diri dari medan perang.[2] Jendral Van Geen yang telah mengetahui kekalahan pasukan tempur laskar Diponegoro, kemudian meminta izin kepada Sri Susuhunan Pakubuwana VI untuk berpisah dari barisan dan mengejar pasukan Pangeran Diponegoro bersama 200 pasukan dragunder yang dilengkapi kuda.[3]

Semenjak kekalahan pasukan tempur laskar Diponegoro di kawasan Gawok, pada bulan Oktober 1826 sejumlah 5.000 pasukan diprintah untuk menyebar (diaspora) di beberapa kawasan seperti di Kalasan, Prambanan, Jatinom, Delanggu, Pulohwatu dan Gunung Kidul. Pangeran Diponegoro sengaja menyebar pasukannya dari kawasan Pajang ke beberapa kawasan Klaten dikarenakan, untuk melakukan mobilisasi masyarakat supaya ikut dalam perjuangan perang sabil (suci).[4]

Diaspora di kawasan Jatinom, sudah terdapat sejumlah 500 pasukan Bulkiyo dan ketambahan sejumlah 1.500 pasukan untuk membangun markas besar di kawasan ini.[5] Dipilihnya kawasan Jatinom sebagai markas besar adalah mengingat begitu strategisnya Jatinom sebagai pusat pengendalian pasukan tempur Diponegoro yang ada di wilayah Pajang (Klaten). Selain itu selama di kawasan Jatinom, pasukan tempur laskar Diponegoro telah mendapatkan sejumlah pasokan senjata yang disembunyikan di bawah bahan pangan ikan asin tanpa diketahui oleh orang-orang selundupan Belanda (spion), hingga berhasil mendirikan sebuah pos depan yang akan digunakans sebagai salah satu tempat untuk mengantisipasi terjdinya penyerangan dari pihak aliansi Belanda.[6]

Sejak akhir tahun 1826 sampai awal tahun 1827, situasi dan kondisi di wilayah Pajang masih tergolong relatif lebih aman bila dibandingkan dengan waktu-waktu sebelumnya. Hal ini dikarenakan, setelah keduanya sama-sama menahan diri untuk tidak melakukan kontak senjata, hingga pada tanggal 22 Feburari 1827 setelah Jendral De Kock mengetahui informasi bahwa di kawasan Jatinom telah menjadi markas besar dari pasukan tempur laskar Diponegoro untuk memantau situasi di wilayah Pajang.[7]

Pasca mengetahui informasi tersebut, Jendral De Kock segera melakukan sebuah tindakan untuk mengeksekusi pasukan tempur laskar Diponegoro dan merebut kawasan Jatinom dari penguasaan laskar Diponegoro. Proses tersebut juga termuat dalam Babad Diponegorro versi UNESCO :

Pupuh XXVII (Pucung).[8]

....................

159. Berlari sampai di Jatinom, kafir lalu mengejar pasukan pajang, di Jatinom terlihat ada prajurit.

....................

Selama proses pengeksekusian tersebut, Jendral De Kock memerintahkan Letnan Kolonel Le Bron de Vexela bersama sejumlah 2.000 pasukan untuk mengerjakannya. Perjalanan untuk melakukan eksekusi di kawasan Jatinom itu menghasilkan hasil yang sia-sia, karena ternyata kawasan Jatinom tersebut telah kosong dan lama ditinggalkan oleh pasukan tempur laskar Diponegoro, sehingga sisa-sisa bekas markas di kawasan Jatinom tersebut dibakar oleh pasukan aliansi Belanda.[9] Pelarian tersebut termuat dalam Babad Diponegorro versi UNESCO :

Pupuh XXXII (Maskumambang).[10]

....................

48. Sebab semua yang di Utara Jatinom direbut lagi oleh kafir, menjadikan Syekh Hasan Besari menggeser Raden Riya Sindureja.

....................


[1] Djamhari Saleh As’ad, “Strategi Menjinakkan Diponegoro Stelsel Benteng 1827-1830. Op. Cit. Hlm. 56. Lihat: Carey Peter, Kuasa Ramalan.

[2] Ibid. Hlm. 432 - 434. Lihat juga: Santosa Iwan, “Leguin Mangkunegaran (1808 - 1942)”.

[3] Sentono Citro. “Serat Babadipun KGPAA Mangkunagoro II.

[4] Djamhari Saleh As’ad, “Strategi Menjinakkan Diponegoro. Lihat: Diponegoro, “Babad Diponegorro versi UNESCO”.

[5] Sentono Citro. “Serat Babadipun KGPAA Mangkunagoro II.

[6] Djamhari Saleh As’ad, “Strategi Menjinakkan Diponegoro.

[7] Ibid.

[8] Diponegoro, “Babad Diponegorro versi UNESCO”.

[9] Djamhari Saleh As’ad, “Strategi Menjinakkan Diponegoro.

[10] Diponegoro, “Babad Diponegorro versi UNESCO”.


Comments

Post a Comment

Popular Posts

Max Havelar

Murudeka