Perang Jawa di Desa Tambongwetan Kabupaten Klaten (BAB III Part 6).
BAB III Part VI.
JEJAK LASKAR DIPONEGORO DI DESA TAMBONGWETAN KECAMATAN KALIKOTES KABUPATEN KLATEN.
Pasca
insiden di Jatinom, pasukan aliansi Belanda bergerak menuju wilayah yang
menjadi tempat pelarian pasukan tempur laskar Diponegoro.[1] Pangeran Diponegoro juga
telah mengetahui informasi bahwa, pasukan Belanda sedang bergerak melakukan ekspedisinya
dalam kolone mobil 1 dan 3 untuk mengeksekusi sisa pasukannya di kawasan Desa
Sekar.[2]
Pada tanggal 8 Juni 1827 pasukan Belanda memulai ekspedisinya melalui
rute perjalanan di kawasan Kalitan, Karangbumi, Pulowatu, Jatinom dan Sanggung
sebelum akhirnya berhasil masuk di Desa Sekar.[3] Pasukan Belanda yang
telah sampai di Desa Sekar telah mendapat informasi bahwa pasukan tempur laskar
Diponegoro telah berhasil ditarik mundur dan meninggalkan Desa Sekar, sehingga
kawasan tersebut kososng tanpa meninggalkan sisa barang berharga lainnya.[4]
Gambar 3.5
Ilustrasi benteng Belanda.
Sumber: Klamboes Klewangs Klapperbomen (1977, hlm.
67).[5]
Sejak
awal, sepanjang jalan raya penghubung Boyolali dan Klaten merupakan jalan yang
sangat beresiko akan terjadi perlawanan, tindak kriminalitas dari pihak pasukan
tempur laskar Diponegoro atau para bandit desa.[6] Meskipun kawasan jalan
tersebut telah banyak ditingkalkan oleh pasukan tempur laskar Diponegoro, namun
bagaimanapun kawasan jalan raya tersebut tetap dianggap sebagai tempat yang
sangat strategis. Sehingga beberapa kawasan penting seperti di kawasan
Pulowatu, Singosari, Jatinom dan kawasan lainnya didirikan sebuah benteng pada bulan
Juni 1827, setelah mendapat perintah dari Jendral De Kock.[7] Setelah pembangunan benteng
tersebut, dan semua kawasan di area tersebut dianggap aman, maka seluruh
pasukan aliansi Belanda ditarik kembali dari Pajang ke wilayah Surakarta dan
beberapa kembali ke Benteng Engelenburg Klaten.[8]
Tabel 3.1
Jumlah benteng Belanda di Pajang.
Sumber: Saleh As’ad Djamhari.[9]
Pada
tanggal 28 September 1827, Jendral De Kock mengadakan kebijakan untuk melakukan
pemberantasan sisa-sisa pasukan tempur laskar Diponegoro di seluruh wilayah
Pajang. Jendral De Kock, meminta di kawasan Kejiwan menjadi tempat pertama
sebagai kegiatan ekspedisi, sebelum akhirnya menuju ke kawasan Pajang
(Klaten) Selatan yang berbatasan dengan wilayah Gunung Kidul. Pemilihan kawasan
Kejiwan sebagai tempat pertama untuk kegiatan ekspedisi karena,
merupakan sebuah tempat yang memiliki lokasi sangat strategis, selain itu
berdekatan dengan Gunung Merapi yang biasanya menjadi tempat persembunyian para
pasukan tempur laskar Diponegoro.[10]
Selama
melakukan perjalanan dari kawasan Kejiwan, rute perjalanan opersi ekspedisi
diteruskan sampai menuju di kawasan Selatan Klaten yang berbatasan dengan
Gunung Kidul. Ekspedisi tersebut, dijalankan di bawah pimpinan Kolonel
Le Bron de Vexela bersama pasukan dari Legiun Mangkunegaran dan Kasunanan
Surakarta.
Kegiatan
operasi ekspedisi tersebut, juga dilakukan melalui rute perjalanan dari Barat
menuju ke Selatan melewati wilayah Kalasan, Kejiwan, Prambanan, Tangkisan,
Gesinan, Wedi dan terus menyerang sampai di kawasan Tembayat.[11]
Di sisi lain, juga terjadi penyerangan dari kawasan Timur menuju ke Selatan,
yang dilakukan oleh pasukan Legiun Mangkunegaran dan Kasunanan Surakarta
melalui rute perjalanan menuju kawasan Majasto, Tawangsari, Weru, Masaran,
Glodokan, Wedi dan terakhir di kawasan Tembayat.[12] Pertempuran tersebut
termuat dalam Babad
Diponegorro versi UNESCO :
Pupuh XXVII (Pucung).[13]
....................
182. Di sebelah timur jalan
raya, Pangeran Natapraja sangat ramai perangnya berhadapan dengan Pangeran
Mangkunegaran (MN II).
183. Setelah ditinggal Basah
Abdullatif Prajurit di Pajang kembali berani, begitu juga Gunungkidul.
184. tetapi tinggal Natapraja
yang menjadi andalan Mas Tumenggung Mangunagara, Mangkunegaran sering kalah.
185. Basah Nataprajan dua
Tumenggung yang dudur, Masaran dan Weru menjadi perkemahan tempat mundurnya Pangeran.
186. Di Tembayat, tetapi kalau
datang prajurit Mataram maju ke Majaraga, Basah Hasan Besari.
187. Kalau belum datang yang
bergilir untuk mundur prajuritnya di Kelinggen, kalau datang maju ke Maja.
....................
Sejumlah
1.500 lebih dan diantaranya 500 orang adalah pasukan Bulkiyo yang telah
mengalami kekalahan di Pajang Utara, bergerak terus menuju wilayah Pajang
Selatan sampai di kawasan Tembayat.[14] Selama perjalanan menuju
kawasan Tembayat, sewaktu di kawasan Masaran dan Weru pasukan tempur laskar
Diponegoro mendapat hadangan dari pasukan Legiun Mangkunegraran dan Kasunanan
Surakarta, sehingga terjadi insiden pertempuran anatara kedua pasukan.
Tabel 3.2
Jumlah benteng Belanda di Pajang berdasarkan jenisnya.
Sumber:
Saleh As’ad Djamhari.[15]
Selama
insiden di kawasan Masaran dan Weru tersebut, pasukan tempur laskar Diponegoro
harus mengalami kehilangan panglima perangnya yakni Basah Natapraja dan
Tumenggung Mangunagara yang telah tewas terbunuh. Sedangkan beberapa sisa
pasukan yang dipimpin oleh Basah Hasan Besari melanjutkan perjalannya sampai
menuju di kawasan Tembayat. Di Tembayat, pasukan tempur laskar Diponegoro
melakukan giat mobilisasi untuk mencari dukungan masyarakat dan sekaligus
mencari tempat untuk berlindung dari pengejaran pasukan Legiun Mangkunegaran
dan Kasunanan Surakarta.[16]
[4] Husodo Dan Suroso, Buku Babad KGPAA. Mangkunegaran II. “Rekso Pustoko Mangkunegaran Surakarta”. Lihat juga: Djamhari Saleh As’ad, “Strategi Menjinakkan Diponegoro”.
[6] Tindakan kecu dan
kriminalitas lainnya sudah sangat berkembang di banyak wilayah, salah satunya
di Kabupaten Klaten. Lihat Zuiker
Onderneming Di Kabupaten Klaten 1870-1942: Pengaruhnya Dalam Bidang Sosial
dan Ekonomi.
[7] Santosa Iwan, “Leguin Mangkunegaran (1808 - 1942)”. Lihat: Djamhari Saleh As’ad, “Strategi Menjinakkan Diponegoro”.
[11] Carey Peter, “Takdir”. Lihat pada peta Perang Jawa (1825-1830), “Serangan Kilat” dari tempat persembunyian di Kulon Progo menuju ke pinggiran Barat wilayah Kasunanan Surakarta (Juli-15 Oktobeer 1826). Lihat: Djamhari Saleh As’ad, “Strategi Menjinakkan Diponegoro”.
[12] Santosa Iwan, “Leguin Mangkunegaran (1808 - 1942)”. Lihat: Djamhari Saleh As’ad, “Strategi
Menjinakkan Diponegoro”.
[14] Santosa Iwan, “Leguin Mangkunegaran (1808 - 1942)”. Lihat: Djamhari Saleh As’ad, “Strategi Menjinakkan Diponegoro Stelsel
Benteng 1827-1830”. Santosa Iwan, “Leguin
Mangkunegaran (1808 - 1942)”.
nice kak
ReplyDeleteBagus Kak
ReplyDeletesiip kak
ReplyDeleteThngks Kak
ReplyDeleteBagus kak
ReplyDeleteBagus Kak
ReplyDeleteBagus kak
ReplyDeletenice
ReplyDelete