Perang Jawa di Desa Tambongwetan Kabupaten Klaten (BAB III Part 3).
BAB III Part III.
JEJAK LASKAR DIPONEGORO DI DESA TAMBONGWETAN KECAMATAN KALIKOTES KABUPATEN KLATEN.
Setelah
pasukan tempur laskar Diponegoro berhasil memasuki wilayah Klaten, selang empat
hari tepatnya pada tanggal 28 Agustus 1826, terjadi penyerangan besar-besaran
oleh pasukan tempur laskar Diponegoro di kawasan Delanggu secara membabibuta
dengan sejumlah 10.000 pasukan. Penyerbuan di kawasan Delanggu dianggap penting
oleh Pangeran Diponegoro karena letak geografisnya yang dianggap cocok sebagai
kunci kemenangan menguasai wilayah Kasunanan Surakarta.[1] Selama insiden pertempuran
di kawasan Delanggu tersebut, pasukan tempur laskar Diponegoro akhirnya telah
berhasil memukul mundur pasukan Belanda dan dengan mudah memasuki kawasan
Delanggu dengan aman.[2]
Kemenangan
pasukan tempur laskar Diponegoro di Delanggu tersebut, dianggap telah berhasil
menguasai seluruh wilayah Klaten. Hal itu dikarenakan wilayah Klaten merupakan
akses utama dan kunci penting yang menghubungkan wilayah antara Surakarta dan
Yogyakarta.[3]
Setelah keberhasilan menguasai kawasan Delanggu, pasukan tempur laskar
Diponegoro segera mendirikan pos-pos penting di beberapa wilayah lainnya
seperti Jatinom, Pulowatu, Kedaren, Maja, Koripan, Jungkare, Karanganom,
Singosari.[4]
Hal itu termuat dalam Babad
Diponegorro versi UNESCO :
Pupuh XXVIII (Sinom).[5]
....................
88. Di belakang diganti
Pangeran Abdulmajid dan Raden Riya Sidureja, di Pajang yang menguasai Selatan
Jatinom, sebelah Timur jalan raya yang menghadapinya ketiga Tumenggung yang
bernama Jayadipura, Cakradipura, dan Martapura.
....................
Setelah
berhasil menguasai Delanggu, Kiai Modjo memberikan saran kepada Pangeran
Diponegoro untuk melanjutkan perlawanan menuju kawasan Kalitan.[6] Saran tersebut kemudian
ditentang oleh Pangeran Ngabehi dan kedua Basah, karena dengan alasan ketidak
cukupan jumlah pasukan tempur yang tersisa untuk menggempur Kalitan dari tangan
pasukan aliansi Belanda. Melihat perbedaan pendapat tersebut, Pangeran Diponegoro
tetap mengikuti saran dari Kiai Modjo untuk melanjutkan pertempuran di kawasan
Kalitan.[7]
Pertempuran tersebut termuat dalam
Babad Diponegorro versi UNESCO :
Pupuh XXVI (Megatruh).[8]
....................
74. “Jumlah musuh 8.000,
setelah Pangeran sampai di Baki bersama Basah Abdullatif, musuh berkurang
seribu, jumlah musuh tinggal 7.000.
75. Meriamnya masih 12 dan
jendralnya masih, semua putra kerabat Kerajaan Yogyakarta sudah berkumpul di
Delanggu.
76. Di Klaten masih sedikit, ke
Kalitan dan di Kartasura juga masih, Delanggu prajuritnya dibagi tiga.
77. Jendral dan putra kerabat
kerajaan semua di tengah-tengah prajurit, serdadu berada di Selatan, semua
Adipati berada di sebelah Utara. “Pangeran Ngabehi bertanya.
78. “Teman Pajang, berapa semua
prajuritnya yang kau kawal?” Hasan Besari menjawab, “Iya seribu, tetapi selain
prajuritnya.
....................
89. Pangeran Ngabei berkata
lagi,”Engkau Ki Hasan Besari, seribu prajurit Pajang dan Burjumungah sudah ada
yang berperang.
90. Di Delanggu siagakanlah di
Wiyagang, hadapilah dua musuh di Kalitan dan Kartasura.” “Baik” jawab Hasan
Besari, “Semoga engkau selamat.
91. Agar tidak menyusahkan yang
berperang. Kau Jayanegara, Kartanegara dan Secanagara persiapkan prajurit di
selokan.
92. Musuhmu banyak di Klaten
walaupun maju berperang semoga selamat. “Semua sudah diberikan tugas, “Baik”
jawab semua yang berkumpul.
93. Sudah selesai, lalu Ki
Hasan Besari dan seribu prajurit Pajang
juga ketiga Tumenggung berangkat bersama dari Koripan (Jatinom).
....................
95. Lalu prajurit di selokan.
DI Koripan (Jatinom) lalu salat Dzuhur, selesai lalu dua basah menyembunyikan
pertanda perang.
....................
Gambar 4.3
Wilayah Klaten 1830.
Sumber:
Dokumen Hari Jadi Klaten.[9]
Setelah
mencapai kesepakatan untuk melanjutkan perang, pada tanggal 5 Sepember 1826
Pasukan Tempur Laskar Diponegoro melakukan penyerangan besar-besaran terhadap
aliansi Belanda di kawasan Kalitan. Selama insiden penyerangan tersebut, kedua
belah pihak pasukan sama-sama mengalami kemenangan dan kekalahan (draw
atau imbang) tanpa ada yang kalah dan menang. Pada tanggal 30 September 1826,
terjadi penyerangan susulan yang dilakukan oleh pasukan tempur laskar
Diponegoro di kawasan Kalitan untuk kedua kalinya. Serangan susulan itu,
menghasilkan hasil yang tidak jauh dari penyerangan pertamanya hingga akhirnya
tidak membuahkan hasil.[10]
Hasil
yang tidak memuaskan dalam merebut kawasan Kalitan dari tangan pasukan aliansi
Belanda, membuat Pangeran Diponegoro memutar otak untuk bisa memasuki wilayah
Kasunanan Surakarta lebih dalam lagi.[11] Strategi yang dilakukan
selanjutnya adalah melakukan penyerangan di kawasan Gawok yang letaknya tidak
jauh dari Delanggu dan sekitar 9 km sebelah Barat Daya dari Kasunanan Surakata.
Pada tanggal 15 Oktober 1826, sejumlah 4.000 pasukan tempur laskar Diponegoro
telah disiagakan di Gawok, sebelum akhirnya pasukan tempur laskar Diponegoro
melancarkan serangannya di kawasan Gawok.[12] Pertempuran tersebut
termuat dalam Babad
Diponegorro versi UNESCO :
Pupuh XXVIII (Sinom).[13]
....................
17. Sesudah sampai di Sukareja
berkemah Sang Raja bersama, prajurit Pajang disuruh bersiaga di Gawok, Pangeran
Natapraja dan Basah Abdullatif berserta prajurinya disuruh menuju ke Baki.
....................
20. Lalu membunyikan pertanda
perang berngkat dari Sukareja Muhammad Usman Ali Basah dan Kanjeng Gusti Iman
Kamil, Ali Basah dan Raden Jayanegara yang memimpin, sampai di sebelah Barat
Gawok sudah berhadapan dengan musuh, lalu bercampur dalam peperangan.
[1] Djamhari Saleh As’ad, “Strategi Menjinakkan Diponegoro”. Lihat: Santosa Iwan, “Leguin Mangkunegaran (1808 - 1942)”.
[4] M. Husodo Dan Suroso, Buku Babad KGPAA. Mangkunegaran II. “Rekso Pustoko Mangkunegaran Surakarta”. Lihat juga: Djamhari Saleh As’ad, “Strategi Menjinakkan Diponegoro”. Santosa Iwan, “Leguin Mangkunegaran (1808 - 1942)”.
[7] Santosa Iwan, “Leguin Mangkunegaran (1808 – 1942)”. Lihat: M. Husodo Dan Suroso, Buku Babad KGPAA. Mangkunegaran II. “Rekso Pustoko Mangkunegaran Surakarta”.
[9] “Studi Penelitian Hari Jadi Kabupaten Klaten”. Kesekretariatan
Pemerintah Kabupaten Klaten tahun 2005.
[10] Santosa Iwan, “Leguin Mangkunegaran (1808 – 1942)”. Lihat: Diponegoro, “Babad Diponegorro versi UNESCO”.
nice kak
ReplyDeleteBagus Kak
ReplyDeleteThngks Kak
ReplyDeleteNice Kak
ReplyDeleteBagus kak
ReplyDeleteNice Kak
ReplyDeleteBagus Kak
ReplyDeleteNice kak
ReplyDelete