Perang Jawa di Desa Tambongwetan Kabupaten Klaten (BAB III Part 1).

 BAB III Part I.

“JEJAK LASKAR DIPONEGORO DI DESA TAMBONGWETAN KECAMATAN KALIKOTES KABUPATEN KLATEN TAHUN 1826-1827”

JEJAK LASKAR DIPONEGORO DI DESA TAMBONGWETAN KECAMATAN KALIKOTES KABUPATEN KLATEN.

A.        Perang Jawa Di Timur Kasunanan Surakarta Dan Proses Masuknya Laskar Diponegoro Di Desa Tambongwetan.

Gambar 3.1 Peta Wilayah Timur Kasunanan Surakarta 1830.


Sumber: Dokumen Hari Jadi Kabupaten Klaten.[1]

Pada akhir tahun 1825, Letnan De Kock diangkat jabatannya sebagai seorang Gubernur Jendral menggantikan posisinya Gubernur Jendral van der Capellen yang telah habis masa jabatannya, sedangkan posisi kepala militer diserahkan kepada Mayor Jendral van Geen. Proses peralihan jabatan tersebut bersamaan dengan kondisi situasi perang Jawa yang sedang berkecamuk di hampir banyak wilayah di pulau Jawa. Sedangkan di Jawa Tengah Selatan pasukan Belanda sedang mengejar-ngejar Pangeran Diponegoro beserta pasukannya pasca gagal menangkap sang Pangeran di Tegalrejo.[2]

Pada awal pergolakan perang Jawa sedang berkecamuk, Pangeran Diponegoro dan pasukan tempurnya bergerak dari Gua Selarong langsung membidik wilayah-wilayah penting di Yogyakarta, dengan tujuan memperlemah keraton dari pengaruh Belanda dan memobilisasi masyarakat untuk ikut jihad fi sabilillah.[3] Usaha merebut wilayah-wilayah penting Kasultanan Yogyakarta telah membuahkan hasil kemenangan yang besar di pihak pasukan tempur laskar Diponegoro dan kemenangan tersebut membuat perekonomian serta transportasi di Yogyakarta menjadi lumpuh.

Pada tanggal 7 Agustus 1826 merupakan awal mula penyerangan pasukan tempur laskar Diponegoro menuju kawasan Timur Kasunanan Surakarta, setelah mengalami beberapa kekalahan di tiap-tiap kawasan Yogyakarta dalam usaha mempertahankan kawasan penting seperti Kutha Gedhe pada tanggal 8 Juni 1826 dari serangan pasukan serdadu Belanda di bawah pimpinan Kolonel Cochius yang berjumlah 7.342 pasukan.[4]

Semenjak tanggal 7 Agustus 1825 sampai pertengahan tahun 1826, pasukan tempur laskar Diponegoro telah banyak memenangi setiap pertempuran yang terjadi di wilayah Kasultanan Yogyakarta, sehingga kawasan-kawasan penting milik Keraton kasultanan Yogyakarta berhasil dikuasai oleh pasukan laskar Diponegoro seperti Imogiri, Pleret, Kota Gedhe, Pakualaman dan wilayah lainnya.[5]

Pada tanggal 8 Juni 1826 pasukan aliansi Belanda di bawah pimpinan Kolonel Cochius dengan membawa sejumlah 7.342 pasukan untuk menyerbu ke kawasan penting di Kasultanan Yogyakarta yang telah dikuasai oleh pihak laskar Diponegoro. Penyerbuan pasukan aliansi Belanda tersebut menimbulkan insiden pertempuran dengan pasukan tempur laskar Diponegoro, selama insiden tersebut pasukan laskar Diponegoro mengalami kekalahan sehingga pihak aliansi Belanda berhasil menguasai kembali kawasan penting di Keraton Yogyakarta seperti Pleret, Kuta Gedhe, Pakualaman, Imogiri dan sebagainya dari pasukan laskar Diponegoro.[6] Kekalahan pasukan tempur laskar Diponegoro di Yogyakarta tersebut, mengakibatkan arah perlawanannya dialihkan di wilayah Kasunanan Surakarta.

Pupuh XXV (Pangkur).[7]

....................

10. Di luar Belanda berkeliling mengepung, semua bersandar di bata, sehari perang, kafir tidak bisa menyerang, setiap naik di tusuk dengan tombak hingga mati, menjadi terkubur bata dan asap mesiu.

11. Setelah disulut suaranya gunung runtuh, sudahtakdir Allah Yang Maha Agung semua yang di halaman kaget, semua menerka kalau bata rubuh , semua prajurit turun, prajurit kafir bisa naik.

12. Bersama asap mesiu yang gelap, prajurit Islam tidak mengetahui prajurit kafir sudah naik, sudah berada di halaman, lalu turunlah prajurit Islam, prajurit Islam terlihat kaget lalu berhadapan, bercampurlah prajurit Islam dan prajurit kafir.

13. Perang antara prajurit Islam dan kafir di dalam keraton sangat ramai, kafair sudah masuk semua, prajurit Islam mulai terdesak, prajurit kafir hanya tinggal pasukan berkuda dan jendral yang berada di luar.

14. Dengan meriamnya masih ditunggui jendralnya menyebabkan prajurit Islam banyak yang gugur bercampur mayatnya dengan mayat orang kafir, atas petunjuk AllahAllah prajuritIslam yang belum datang.

....................

16. Jendral Van Geen sangat senang hatinya mengira kalau pajurit Islam sudah gugur semua sebab terlihat jasadnya berserakan, walaupun ada yang hidup dan meloloskan diri jumlahnya hanya sedikit.

17. Setelah diteliti semuanya yang banyak hanya jasad prajurit kafir dan para murtad, jendral kecewa hatinya, Plered sudah di kuasai kafir, prtistiwa itu sudah disampaikan kepada Kanjeng Sultan.

....................


[1]Studi Penelitian Hari Jadi Kabupaten Klaten. Kesekretariatan Pemerintah Kabupaten Klaten tahun 2005.

[2] Djamhari Saleh As’ad, “Strategi Menjinakkan Diponegoro”.

[3] Tan Malaka, “Menuju 100% Merdeka”.

[4] Sentono Citro. “Serat Babadipun KGPAA Mangkunagoro II. Lihat juga: Djamhari Saleh As’ad, “Strategi Menjinakkan Diponegoro Stelsel Benteng 1827-1830.

[5] Santosa Iwan, “Leguin Mangkunegaran (1808 - 1942). Santosa Iwan, “Sejarah Kecil Indonesia-Prancis 1800-200”.

[6] Djamhari Saleh As’ad, “Strategi Menjinakkan Diponegoro”. Lihat: Santosa Iwan, “Leguin Mangkunegaran (1808 - 1942)”.

[7] Diponegoro, “Babad Diponegoro Versi UNESCO”.


Comments

Post a Comment

Popular Posts

Max Havelar

Murudeka