Perang Jawa di Desa Tambongwetan Kabupaten Klaten (BAB II Part 2).
BAB II Part II.
GERAKAN RATU ADIL DAN USAHA MENDONGKEL TATANAN JAWA BARU KEMBALI KE TATANAN JAWA LAMA.
- Kondisi Pedesaan di Jawa Tengah Selatan.
Krisis
sosial ekonomi politik pada kurun waktu 1816 telah melahirkan penurunan
kesehatan, gizi dan pastinya berpengaruh terhadap daya imun masyarakat. Krisis
sosial ekonomi politik tersebut dilatar belakangi oleh adanya kekeringan, gagal
panen, perang, pajak, kerja rodi dan gaya hidup yang kurang bersih. Hal itu memicu
lahirnya sebuah krisis kelaparan yang besar dan melanda masyarakat luas di
Jawa. Kelaparan yang terjadi di banyak wilayah Jawa adalah dampak dari
merosotnya hasil pertanian selama tiga dasawarsa abad ke-19. Kemerosotan
tersebut akhirnya menyebabkan penurunan kesehatan dan pola makan sehat
masyarakat di Jawa Tengah Selatan yang tidak bernutrisi.
Pada
tahun 1820 konsumsi makanan masyarakat di Jawa Tengah Selatan adalah berupa
umbi-ubian, jagung dan dedaunan seadanya. Berdasarkan kondisi tersebut maka
tidak mengherankan bila kekebalan tubuh penduduk untuk melawan penyakit semakin
menurun dan akhirnya membuat wabah penyakit tidak dapat dicegah. Wabah penyakit
yang muncul tersebut adalah wabah cacar, pes dan malaria.[1] Penyakit tersebut merupakan
penyakit yang mengakibatkan kematian di Jawa dengan jumlah korban jiwa yang
sukup besar, kurang lebih mencapai angka 45% penularan di kalangan bayi dan
anak-anak. Hal itu juga termuat dalam laporan Belanda yang mencatat dua perlima
penduduk dari 330.000 jiwa berusia di bawah dua belas tahu terkena cacar di
Kedhu.[2]
Selain
tragedi wabah yang mulai banyak menyebar, tragedi bencana alam tidak luput juga
mengancam di kehidupan masyarakat Jawa Tengah Selatan. Peristiwa alam yang
sangat besar terjadi pasca penobatan puta mahkota Sri Sultan Hamangkubuwana V.
Bencana besar tersebut terjadi pada tanggal 28 dini hari sampai 30 Desember
1822 yang dimuntahkan oleh Gunung Merapi dengan diiringi oleh gempa bumi,
aliran lahar, wedus gembel (awan panas), hujan abu, banjir dan sebagainya sampai
Gunung Merapi kembali tenang pada tanggal 3 Januari 1823.
Dampak
dari letusan tersebut nyatanya telah memberikan kerusakan yang sangat besar
dengan mengalirkan aliran lahar beserta mayat-mayat yang begelimpangan di
aliran sungai sampai ke Samudra Hindia. Letusan tersebut juga mengakibatkan
wabah penyakit dan sektor pertanian menjadi terganggu sehingga berdampak pada
naiknya harga beras pada bulan Januari 1823.
Tekanan
hidup yang semakin hari semakin meningkat kuat tidak sebanding dengan kondisi
sosial masyarakat yang ada, berdampak besar terhadap tingkat kemakmuran
penduduk di Jawa. Karena keamanan di pedesaan Jawa tidak mendapatkan jaminan,
melahirkan tingkat kriminalitas seperti para bandit, pencuri, premanisme dan
tindakan kejahatan lainnya menjadi semkain merajalela.[3] Selain itu alih profesi
dari petani, buruh menjadi seorang jawara dan jago, hal itu dilakukan karena
tingkat frustasi yang diakibatkan oleh krisis pangan, kesehatan dan pajak yang
sangat mencekik.[4]
Krisis
yang ada benar-benar telah mengorak-arikkan kemakmuran di negaragung
pada waktu itu. Para pengacau keamann bergabung dan membentuk sebuah aliansi
menjadi garong yang menghantui desa-desa, mereka dipimpin oleh tokoh setempat
yang disegani baik keilmuan, kanoragan dan beladiri. Sejumlah desa yang letaknya
strategis di sepanjang jalan raya, jembatan-jembatan dan daerah perbatasan
dimana yang memiliki lokasi yang aman bagi markas besar para garong.
Korban dari tindakan para garong kebanyakan adalah para tani yang
seringkali dirampas.[5]
[3] Carey Peter, “Kuasa Ramalan”. Lihat: Poesponegoro, Marwati Djonoed dan Notosusanto, “Sejarah nasional Indonesia”. Tan
Malaka, “Menuju 100% Merdeka”. Ibrahim Julianto, “Bandit dan Pejuang di Simpang Bengawan“.
[4] Ibid. Lihat: Djamhari Saleh As’ad, “Strategi Menjinakkan Diponegoro Stelsel Benteng 1827-1830”. Poesponegoro, Marwati Djonoed dan Notosusanto, Sejarah nasional Indonesia.
Nice kak
ReplyDeleteBagus Kak
ReplyDeleteThngks Kak
ReplyDeleteNice Kak
ReplyDeleteNice Kak
ReplyDeleteNice kak
ReplyDeleteBagus kak
ReplyDelete