Sejarah Pasar Gentongan Kalikotes Klaten.

Istilah Nama Dukuh Gentongan.

RevolusiBintamgTujuh- Kab. Klaten, 22/07/2022. Dukuh Gentongan, Desa Jogosetran, Kecamatan Kalikotes Kabupaten Klaten, Jawa Tengah merupakan salah satu wilayah yang cukup terkenal bagi Sebagian besar warga Klaten. Bagi masyarakat Klaten istilah gentongan sendiri lebih dikenal sebagai pasar dari pada sebuah dukuh. Istilah gentongan sendiri diambil dari kisah-kisah parsial dari mulut ke mulut oleh masyarakat Dukuh Gentongan yang mana 100 meter dari pasar Gentongan terdapat dua buah makam kuno di pertengahan sawah yang Bernama Kyai dan Nyai Gentong.

Identitas penghuni makam tersebut belum diketahui secara pasti, namun masyarakat setempat mengenalinya sebagai Mbah Gentong. Sematan nama tersebut dilabelkan karena semasa akhir hidupnya Mbah Gentong bekerja sebagai pengrajin gentong yang terbuat dari gerabah.


Makam Mbah Gentong, terletak di Dukuh Gentongan, Desa Jogosetran, Kec. Kalikotes Kab. Klaten, Jateng. (Foto: Sadikin RevolusiBintangTujuh).

Achmad, warga setempat menjelaskan, makam Mbah Gentong tersebut kemungkinan sudah ada sejak abad ke-19. Hal itu sangat terikat dengan proses ekspansi perlawanan Perang Jawa sewaktu merambah ke wilayah Kasunanan Surakarta pada periode tahun 1826-1827. Namun ada juga spekulasi bahwa beliau sudah mendiami wilayah tersebut sejak era Majapahit seperti dalam kisahnya Mbah Tamboh yang ada di Desa Tambongwetan Kec. Kalikotes Kab. Klaten 1 kilometer dari Dukuh Gentongan.

“Entah beliau itu tergabung dengan pasukan Laskar Diponegoro pada periode tahun 1825-1830 atau Sudah menempati wilayah tersebut sejak era Majapahit saat gejolak perang Paregreg antara majapahit Barat yang dipimpin oleh Wikramawardhana dan Majapahit Timur yang dipimpin oleh Bhre Wirabhumi yang saling memperebutkan tahta Kerajaan Majapahit pada periode tahun 1404-1406 sehingga berdampak pada kondisi ekonomi, sosial dan politik pada waktu itu. Namun yang pasti ini termasuk makam yang sudah ada sejak lama” ujarnya, Kamis (20/07/2022).

Makam Mbah Gentong, terletak di Dukuh Gentongan, Desa Jogosetran, Kec. Kalikotes Kab. Klaten, Jateng. (Foto: Sadikin RevolusiBintangTujuh).

Achmad juga menampik jika Mbah Gentong hidup sebelum atau awal abad ke-19, karena makam-makam sebelum abad tersebut kebanyakan sudah hancur dan banyak yang tidak dipugar lagi. Selain itu, persebaran masyarakat sebelum abad ke-19 masih belum merata di pelosok-pelosok tanah Jawa. Jadi bisa dimungkinkan bahwa karena terjadinya perang Jawa membuat persebaran manusia menjadi lebih merata di wilayah eks Mataram ini.

“Dahulu masyarakat di Dukuh Gentongan ini percaya bahwa setiap rumah harus menghadap ke Selatan (menghadap ke makam Mbah Gentong) karena bila tidak dilakukan akan terjadi sebuah pantangan bagi penghuni rumahnya. Tapi saat ini masyarakat setempat sudah tidak lagi mengikuti keyakinan semacam itu karena terkait dengan lokasi ruko-ruko, rumah-rumah atau lapak yang tidak sepenuhnya bisa menghadap ke selatan dan selain itu juga dampak dari karakter masyarakat yang condong ke arah modern sehingga lama kelamaan pola pikir mistik mulai terkikis seiring perubahan generasi ke generasi,” imbuhnya.


Makam Mbah Gentong, terletak di Dukuh Gentongan, Desa Jogosetran, Kec. Kalikotes Kab. Klaten, Jateng. (Foto: Sadikin RevolusiBintangTujuh).

Seperti yang tertera dengan jelas bahwa pada batu nisan milik Kyai dan Nyai Gentong tersebut terukir sebuah angka pemugaran yang terakhir kali pada tanggal 26 September 1954. Hal itu dapat membuktikan bahwa sejak babad alas sampai saat ini, pasar Gentongan mulai mengalami perkembangan demi perkembangan walau secara pasif, terbukti dari cara berjualan dengan alas mulai cukup banyak beralih ke model ruko-ruko.
style="font-size: 12pt; line-height: 107%;">
Perkembangan pasar itupun juga tidak sejalan dengan perkembangan pasar yang modern seperti kebanyakan pasar lainnya di Kab. Klaten, namun Pasar Gentongan tetap menjadi pasar terbesar di Kecamatan kalikotes Kabupaten Klaten hingga saat ini

Comments

  1. Walau sebatas parsial namun juga perlu untuk tambahan wawasan

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts

Max Havelar

Murudeka