Sisa-Sisa Pabrik Gula Di Soloraya
Foto PG Tjepper dari sebelah Timur yang berlokasi di Kec. Ceper Kab. Klaten.
Belanda sudah menjajah Indonesia kurang lebih 350
tahun (walau banyak pertentangan), dalam tempo waktu yang sangat lama tersebut
juga diimbangi dengan banyak peninggalan-peninggalan selain peninggalan
penderitaan, yakni berupa bangunan-bangunan hasil dari dampak proses revolusi industri
di Eropa yang terjadi antara tahun 1760 – 1850. Dampak revolusi industri
tersebut juga tidak serta merta bisa langsung berdampak ke wilayah Hindia
Belanda, melainkan baru pada pertengahan abad ke-19 terjadi perkembangan
perkembangan dari dampak proses revolusi industri, yang salah satunya adalah berupa
berdirinya bangunan-bangunan pabrik Gula khususnya di eks Karesidenan Surakarta
seperti :
1. PG
Prambanan di Bakalan, Manisrenggo, Kab. Klaten.
2. PG
Gondang Winangoen di Jomboran, Klaten Tengah, Kab. Klaten (1860).
3. PG
Kradjanredjo di Jatinom, Kab. Klaten.
4. PG
Karanganom di Karanganom, Kab. Klaten.
5. PG
Manishardjo di Pedan, Kab. Klaten.
6. PG
Tjepper di Ceper, Kab. Klaten.
7. PG
Delanggoe di Delanggu, Kab. Klaten.
8. PG
Ponggok di Polanharjo, Kab. Klaten.
9. PG
Tjokrotoeloeng di Tulung, Kab. Klaten.
10. PG Wonosarie di Wonosari, Kab. Klaten.
11. PG Bangak di Banyudono, Kab. Boyolali.
12. PG Kartosoera di Gembongan, Kartasura, Kab. Sukoharjo
(The Heritage Palace).
13. PG Kedoeng Banteng di Gondang, Kab. Sragen.
Jumlah 12 pabrik gula tersebut merupakan sisa-sisa bangunan yang masih ada (bangunannya atau petilasanya), yang mana jumlah pabrik gula di Soloraya sejak tahun 1931 seharusnya berjumlah 16 bangunan. Namun empat bangunan lainnya masih belum ditemukan hingga saat ini.
Foto PG Tjepper dari sisi Selatan.
Mengutip dari bukunya Peter Carey berjudul Kuasa Ramalan, berdirinya pabrik gula di Soloraya baru bisa berdiri pada pertengahan abad ke-19, karena sebelum pertengahan abad ke-19 tersebut pemerintah Hindia Belanda masih dalam proses perang besar (Perang Jawa atau De Java Oorlog) yang telah menguras keungan kas Belanda sampai kurang lebih 20jt gulden dan telah menelan sekitar kurang lebih 15.000 jiwa pasukan Belanda selama perang berkecamuk.
Foto rute perjalanan perang Jawa dari Yogyakarta ke Surakarta Tahun 1826-1827 (Sumber: Skripsi Jejak Laskar Diponegoro Di Desa Tambongwetan Kecamatan Kalikotes Kabupaten KLaten Tahun 1826-1827).
Mengutip dari buku Archief Voor De Java Suikerindustrie In Nederlandsch Indie terbitan tahun 1919 yang tersimpan di Perpustakaan PG Mojo, Sragen. Telah terekam data proses lajunya produksi gula di tanah Jawa pada periode tahun 1894-1918 yang tegah mengalami kenaikan produksinya sekitar 235%.
Industri pabrik gula di tanah Jawa mulai megalami masa kejayaan kurang lebih pada periode tahun 1894-1932, yang mana pada periode tersebut produksi gula di tanah Jawa mengalami banyak permintaan kebutuhan hingga mampu bersaing dengan Kuba dalam memenuhi kebutuhan pasokan pasar dunia. Tidak mengherankan bila pada tahun-tahun tersebut Hindia Belanda dikenal sebagai komoditi produsen gula terbesar di Asia dan menjadi salah satu pemasok komoditas gula terbesar ke dua di dunia setelah kuba. Hal itu juga dituliskan dalam buku berjudul Archief Voor De Java Suikerindustrie In Nederlandsch Indie (1895:589).
Foto PG Gondang Winangoen di Klaten Tengah Kab. Klaten.
Industri pabrik gula di tanah Jawa pada tahun 1897 juga pernah mengalahkan jumlah produksi gula dari Kuba dengan jumlah produksi sekitar 605 juta kilogram atau setara dengan 605.000 ton gula. Jumlah pasokan gula tersebut diambil dari 148 pabrik gula yang beroperasi di seluruh tanah Jawa.
Banyak juga ya di Soloraya, btw thngks kak.
ReplyDeleteTerimakasih kakak sudah berbagi, sangat bermanfaat
ReplyDelete