Perang Jawa di Desa Tambongwetan Kabupaten Klaten (BAB I Part 2).
BAB I Part II.
DEMOGRAFI DESA TAMBONGWETAN KECAMATAN KALIKOTES KABUPATEN KLATEN.
- Pemerintahan.
Desa
Tambongwetan terletak dalam wilayah Kabupaten Klaten, sejak awal pasca
perjanjian Giyanti wilayah Klaten termasuk dalam wilayah administratif
Kasunanan Surakarta yang dikenal sebagai vorstenlanden.[1]
Bila dirunut pada tahun 1755 setelah perjanjian Giyanti, kekuasaan Mataram
telah terbagi menjadi dua imperium besar di tanah Jawa yakni Kasunanan
Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta.[2] Lahirnya dua imperium
tersebut bukanlah akhir atas rentetan konflik yang telah terjadi di tahun-tahun
sebelumnya, melainkan awal dari sebuah konflik baru yang lebih fundamental
karena memiliki dampak besar terhadap kehidupan masyarakat luas di tahun-tahun
mendatang.[3]
Gambar 1.5
Peta pasca perjanjian Giyanti 1755.
Sumber: Dokumen Hari Jadi Kabupaten Klaten.[4]
Perselisihan
tapal batas wilayah kekuasaan antara Kasunanan Surakarta dan Kasultanan
Yogyakarta menjadi isu panas yang tidak terselesaikan, sehingga menimbulkan
konflik tentang ketidak jelasan letak wilayah, perbatasan wilayah, ketidak
jelasan keberlakuan hukum yang mengatur wilayah, pembagian sistem pengairan di
setiap lahan pertanian, pertanahan, perkebunan dan ketidak jelasan jumlah pajak
serta aturan-aturan lainnya yang dibebankan kepada masyarakat di kawasan perbatasan.[5]
Pupuh
XXXIX (Pucung).[6]
....................
234.
“Uang bandar dan pajak itu dijelaskan, pajak menyangkut pendapatan atau hasil
bumi desa ini, sedangkan bandar pendapatan besar.
....................
Wilayah
Klaten merupakan satu-satunya jalan penghubung utama antara Keraton Kasunanan
Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, sekaligus menjadi wilayah perbatasan
diantara keduanya.[7]
Tapi mayoritas tanah di wilayah Klaten masuk dalam otoritas Kasunanan
Surakarta, walaupun begitu dalam kenyatannya sengketa tanah di wilayah Klaten
terus menjadi isu panas dengan pihak Keraton Kasultanan Yogyakarta.[8]
Gambar 1.6
Toponim Benteng Merbung Klaten.
Sumber : Arsip pribadi penulis.[9]
Pada
masa pemerintahan Pakubuwana IV akar konflik di tanah perbatasan wilayah Klaten
mulai menemui titik terang setelah di bangunnya Benteng Engelenburg di
Desa Klaten pada tahun 1806 yang sebelumnya akan direncanakan di bangun di Desa
Merbung. Pembangunan Benteng Engelenburg selain untuk penyelesaian konflik,
juga sebagai tempat untuk pengawasan dan keamanan di jalan utama penghubung
Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Hal itu dilakukan karena dimana
sebelumnya upaya untuk menyelesaikan sengketa tanah khususnya di wilayah Klaten
masih sulit dilakukan karena pengaruh patih Pringgalaya yang begitu kuat
sehingga upaya damai dengan Kasultanan Yogyakarta mengalami jalan buntu.[10]
Hal itu juga termuat dalam babad Bedhahing Ngayogyakarta :95-97 :
“// Kapungkur wanci jam sapto,
Dyan Dipati Danureja, tinuding, lumampah dhateng Marebung, apanggihan kalawan,
Rahadyan Dipati Danuningratipun, kanthi Dyan Sumadiningrat, bedhol saking para
mantri// Dyan Dipati Danuningrat, Patih Surakarta sakanca sami, Bupati Jro Jawanipun,
Samine ing Ngayogyakarta lawan malih Van den Berg Tuwan Urub, Dyan Dipati Sala
Yogya, Tuwa Urup kakalih// ... pra samya ndadekke pikir// Awusana sapunika ing Marebung
sande kinarya lodji Karsanira Tuwan Urup, Surakarta Ngayogyakarta arsa ngalih ing
Kalathen lodjinipun Enjinge budhal sadaya Patih kalih atur uning// ... kang
lodji gya winiwitan ginarap sampun waradin// Setu Kliwon jam sawelas,
tanggal kaping rolas Rabingulakir, tahun Alip kang lumaku samana sinengkalan
rupa mantri swaraning jalak, antara dina samana wus mantuk Patih kakalih//”.[11]
Pada
tanggal 2 Februari 1804 di bawah Patih K.R.A Mangkupraja yang didampingi oleh
RT Kartanagara II (Demang Klaten Periode 1795-1806) berupaya untuk melakukan
normalisasi hubungan dengan pihak Keraton Kasultanan Yogyakarta melalui
Danurejo II (Raden Tumenggung Mertonegoro) dengan cara mengadakan
perundingan-perundingan yang disaksikan oleh Belanda untuk menciptakan sebuah
perdamaian diantara kedua kerajaan di tanah Jawa. Upaya perundingan damai
tersebut berujung pada sebuah perjanjian, yakni pendirian sebuah bangunan
benteng di kawasan Desa Klaten.[12]
Gambar 1.7 Benteng Engelenburg Klaten.
Sumber: Web online Kabupaten Klaten.[13]
Pada
tahun 1804 secara resmi Sri Susuhunan Pakubuwana IV meresmikan peletakan batu
pertama di Desa Klaten sebagai bentuk awal dibangunnya Benteng Engelenburg.[14]
Pembangunan Benteng Engelenburg tersebut kemudian dikerjakan
pada hari sabtu kliwon 12 Rabiulakir 1731 (28 Juli 1804) oleh seorang
teknisi dari
Belanda
bernama H.C Cornelius dibawah
pengawasan Letnan Kolonel Larel Von Wollzogen dan
pembangunan benteng tersebut selesai pada pada tahun 1806.[15] Sebelum perang Jawa 1825,
di daerah Negaragung termasuk di dalamnya wilayah Klaten, pada waktu itu
roda pemerintahan masih dipegang oleh pepatih dalem yang berkedudukan di
Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Hal itu termuat dalam serat Babad Bedhahing
Ngayogyakarta Geger Sepehi-Naskah carik:
Asmaradana.
// Tuwan Deler ing Semawis,
anglampahaken kintaka, dhateng Narendra kadwine, Surakarta ing Ngayogya, anuwun
wewahira, nenggih siti karya sewu, ing Kalathen ingkang jaga. //Wau Sang
Narendra kalih, datan saged mangsulan, Tuwan Deler panuwune, sawab sampun
prajangjeyan, Kalathen kang rumeksa, Tangkisan lawan Delanggu, mila datan
winewahan.//
// Ing wulan Rejeb marengi,
nuju tanggal kawan welas, ing dinten Kemis Kaliwon, ing Masjid Ageng ginarap,
sinirap lan srambinya, mung sawulan rampungipun, Nenggih kocapa samana. //
Pengagengireng Kumpeni jujuluknya Hup Pan Eglar, nglempakaken Upesire, Kumpeni
kang besar-besar, munggeng gedhong bicara, Dene ta ingkang rinembung, wewahe
ingkang ajaga. // Ing Ngloji Kalathen nenggih, wewaha kedhik kewala, lawan kang celak
wanane, Loji kiwa tengenira, kang rumeksa Walanda, awuwuha bumi sewu, nuwun
marang Surakarta. // Lan nuwun mring Ngayogya di, bumi sewu mring Narendra, Pan
dereng lega kalbune, Kanjeng Sunan Kanjeng Sultan, meksih kekah kewala, Deler
keras dennya muwus, marang Upesir sadaya. // Adangu dennya apikir, sakathahe
kang bicara, dereng kapanggih rembuge, Tuwan Deler keras mojar, Dhasar tan ana
lega, dhasare kapanggih rembuge, Tuwan Deler keras mojar, Dhasar tan ana lega,
dhasare Rajeng Mentarum, lawan Rajeng Surakarta. (Bababad Bedhahing
... : 106:109).
Dhandhanggula.
// Mung sekawan Walandi kang
ngirid, saradhadhu kathahe sadaya, dwi atus gusti cacahe, Titindhih wastanipun,
inggih Sumadiwirya kalih, wasta Narakasura, saradhadhoipun, wayah Pangran
prangwadudana, angsal prentah eyang dalem Jendral Gusti, inggih kinen ajaga. //
Wonten dalem Ngloji Ngayogya di, kalih wonten panunggilanira, inggih sredhadu
kathahe, pan inggih kalih atus, ingkang
ngirid catur Waladi, Ngloji Kalathen jaga, Gusti tindhihipun,
Arya Santosa Prawira, kalih Arya Sarosa
punika Gust, sentana Prangwadanan. // kinen jaga ing Kalathen Ngloji, inggih
saradhadhu Prangwadanan, Sri Nalendra ngandikane, Dene ta saradhadhu,
Prangwadana kinen njagabi, ingsun Ngayogya, apa kang pikantuk, apa pinrih sun
wediya, marang, si Prangwadana ingsun tan wedi, mungsuh lan Prangwadana. (Babad Bedhahing ...
: 165-166: 170).[16]
Pemerintahan
di wilayah Klaten termasuk Desa Tambongwetan di dalamnya dikelola berdasarkan
kepenguasaan atas tanah dan tugasnya masing-masing dalam mengelola pajak.
Struktur sosial terbagi sesuai dengan yang biasanya dipegang oleh seorang
pejabat keraton berdasarkan statusnya dalam struktur pemerintahan yang meliputi
demang, bekel dan sikep yang telah mendapatkan tanah
lungguh.[17]
Realita pemegang hak atas tanah jabatan tersebut akhirnya bermukim di keraton
dan penyerahan tugasnya dikerjakan oleh para pemungut pajak setempat atau bekel
di bawah penguasaan seorang demang berdasarkan distriknya masing-masing.[18]
Gambar 1.8
Sistem jabatan penarik pajak dalam pemerintahan tradisional.
Sumber: Kuasa Ramalan Peter Carey.[19]
Para
pemungut pajak tersebut, kemudian bertanggungjawab atas suatu desa atau bagian
desa beserta tanah-tanah di dalamnya yang sesuai dengan jabatan yang mereka
pegang.[20] Bekel
pada abad ke-18 memiliki peran sangat penting dalam penguasaan tanah, hal itu
dilakukan berdasarkan pada tugasnya yang bertanggungjawab untuk mengawasi dan
menarik pajak pada seorang sikep (petani pemilik sawah dan pekarangan)
atas pengelolaan tanahnya dan dalam pembayaran pajaknya.[21]
Desa
Tambongwetan termasuk dalam wilayah otoritas RT Kartanagara II (demang
Klaten Periode 1795-1806) sehingga ketika terjadi penarikan pajak dan
sebagainya, jadi perangkat Desa Tambongwetan memiliki tanggungjawab besar
kepada RT Kartanagara II. Tapi yang perlu menjadi catatan penting adalah
berdasarkan realita yang ada bentuk pemerintahan yang terbentuk pada saat itu
dinilai belum begitu jelas jika dibandingkan saat ini, sehingga mudah sekali
terjadi pelanggaran hak atas tanah dan pemungutan liar. Terkadang banyak tanah
yang terbengkelai tanpa penggarapan dan pengelolaan sehingga lahan tanah
tersebut menjadi mati karena ketidak jelasan atas kepemilikan tanah.[22]
Pasca
perang Jawa 1825-1830, seiring berjalannya waktu terjadi perubahan demi
perubahan dalam perbaikan dan perbaruan sistem tatanan pemerintahan yang ada di
wilayah Klaten mulai membentuk suatu pemerintahan daerah dengan dipimpin oleh
seorang Tumenggung sampai paling bawah oleh seorang kepala desa. Perkembangan
sistem pemerintahan yang ada di Kabupaten Klaten memiliki beberapa tahapan di
dalamnya sebelum akhirnya menjadi sebuah Kabupaten, yakni meliputi model
pemerintahan pos tundhan, gunung polisi, pangreh praja dan yang terakhir
sebagai wilayah administratif.[23] Perkembangan tersebut
bertujuan untuk mengatur keamanan, kemaslakhatan dari tindakan-tindakan
pemberontakan susulan oleh masyarakat di masa yang akan datang.
[1] “Swapraja Saduran“. Muhammad Husodo Pringgokusumo, Rekso Pustoko Mangkunegaran. Artikel karangan G.P. Rouffaer. “ VORSTENLANDEN ”.
[2] “Swapraja Saduran“. Muhammad Husodo Pringgokusumo, Rekso Pustoko Mangkunegaran. Artikel karangan G.P. Rouffaer. “ VORSTENLANDEN ”. Lihat: Santosa Iwan, Legiun Mangkunegaran (1808-1942). M.C. Ricklefs, “Sejarah Indonesia Modern 1200-2008”. Kartodirdjo Sartono, “Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900”.
[4] “Studi Penelitian Hari Jadi Kabupaten Klaten”. Kesekretariatan
Pemerintah Kabupaten Klaten tahun 2005, No KIR 159. Hlm. 114. Lihat: Carey Peter,
“Kuasa Ramalan”. Op. Cit. Hlm. 456.
[5] Diponegoro. “Babad Diponegoro versi UNESCO”. Lihat: Carey Peter. “Kuasa Ramalan”. Djamhari Saleh As’ad, “Strategi Menjinakkan Diponegoro Stelsel Benteng 1827-1830”.
[9] “Studi Penelitian Hari Jadi Kabupaten Klaten”. Kesekretariatan Pemerintah Kabupaten Klaten tahun 2005. Toponim tersebut adalah patok perbatasan anatara Kasunanan Surakarta dan Kasultanan
Yogyakarta serta merupakan salah satu patok yang akan menjadi cikal bakal
pendirian Benteng Engelenburg di kawasan Merbung (Desa Merbung) sebelum
akhirnya rencana pendirian benteng tersebut dipindahkan di kawasan Desa Klaten.
(Foto ini diambil oleh penulis pada 29 April 2021 pukul 11.00 bersama Pak Andi
kepala Desa Mebung di dalam rumah salah seorang warga rt 08 rw 03 bernama ibu
sumiyati).
[10] “Studi Penelitian Hari Jadi Kabupaten Klaten”. Kesekretariatan Pemerintah Kabupaten Klaten tahun 2005. Lihat juga: Carey Peter, “Kuasa Ramalan”.
[11] “Studi Penelitian Hari Jadi Kabupaten Klaten”. Kesekretariatan Pemerintah Kabupaten Klaten tahun 2005.
[12] . Aktif, (Diakses pada 9
Mei 2021 pukul 11.03). Lihat: “Studi
Penelitian Hari Jadi Kabupaten Klaten”.
Kesekretariatan Pemerintah Kabupaten Klaten tahun 2005. Raffles Thomas
Satamford, “The History Of Java”.
[13] Aktif (Diakses pada 25
September 2021 pukul 22.14). Benteng Engelenburg
Klaten, sekarang telah berubah fungsingan sebagai Masjid Raya Klaten dengan di
sebelah Selatan Masjid sebagai kawasan alun-alun Klaten.
[15] “Studi Penelitian Hari Jadi Kabupaten Klaten”. Kesekretariatan Pemerintah Kabupaten Klaten tahun 2005,. Lihat: Carey Peter. “Kuasa Ramalan”. Diponegoro. “Babad Diponegorro versi UNESCO”.
[16] “Studi Penelitian Hari Jadi Kabupaten Klaten”. Kesekretariatan Pemerintah Kabupaten Klaten tahun 2005.
Thngks kak
ReplyDeleteizin mengutip kak ..
ReplyDeleteNice kak
ReplyDeletenice
ReplyDeleteNice Kak
ReplyDeletenice kak
ReplyDeleteThngks Kak
ReplyDeleteNice Kak
ReplyDeletenice
ReplyDelete