DAFTAR NAMA BUPATI KLATEN : Dari Kasultanan Pajang Sampai Era Revormasi
Daftar
Nama
Bupati Klaten
Kabupaten Klaten merupakan
salah satu wilayah yang diapit oleh dua wilayah besar seperti Kasultanan
Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Kabupaten Klaten sebleum tahun 1946
(sebelum pembubaran Daerah Istimewa Surakarta) statusnya masih bergabung dengan
Kasunanan Surakarta, baru pasca 1946 wilayah eks Kasunanan Surakarta dimasukkan
dalam Provinsi Jawa Tengah.
A. Bupati
Klaten Pada masa Kasultanan
Pajang dan Kasunanan Surakarta
1.
Panembahan Agung Kajoran
perode Kasultanan Pajang (Masa pemerintahan Sultan Hadiwijaya).
2.
R.
T. Mangoendilogo periode - 1852.
3.
R.T.
Soerodirjo periode 1852-1860
4.
R.T.
Citrodipoero periode 1860-1867
5.
R.T.
Mangoendilogo periode 1867-1870
6.
R.
M. T. Mangoenkoesoemo periode 1870-1887
7.
R.T.
Citrowardono periode 1887-1888
8.
R. T
Martowardono periode 1888-1896
9.
R.
T. Mangoenagoro periode 1896-1897
10. R. T. Soetonagoro periode 1897-1912
11. R. T. Mangoennagoro periode 1912-1916
12. R. T. Martonagoro periode 1916-1919
13. R. T. Poesponagoro periode 1919-1931
14. K. R. M. T. Martonagoro/RM. Iskak Tjondrodipuro periode 1932-1939
B. Bupati
Klaten Pada masa Pemerintahan Indonesia
1.
K.
R. M. T. Yoedonagoro periode 1939-1946
2. Drg. Soedomo periode 1948-1949
3.
R.
Kasiran Brotoatmojo periode 1950-1952
4.
Mochtar
periode 1952-1957
5.
R.
Koesworo periode 1957-1957
6.
Dr.
RM. A. Tjokronegoro periode 19957-1959
7.
R.
Ng. Brotopranoto periode 1959-1960
8.
M.
Pratikno periode 1960-1966
9.
R.
Ng. S. Harjosantoho periode 1966-1967
10. Kol. R. Sutiyoso periode 1967-1972 (ABRI)
11. Kol. Saibani periode 1972-1974
(ABRI)
12. Sutono Marto Suwito periode 1974-1975
13. Kol. Sumanto periode 1975-1985
(ABRI)
14. Kol. Art. H. Suhardjono periode 1985-1995 (ABRI)
15. Kol. Inf. H. Kasdi, S.P periode 1995-2000 (ABRI)
16. H. Haryanto Wibowo periode 2000-2005 (PDIP)
17. H. Sunarna, S.E., M. Hum. Periode 2005-2015 (GOLKAR&PDIP)
18. Drs. Jaka Sawaldi, M.M. periode 2015-2016
19. Hj. Sri Hartini, S.E. periode 2016-2017 (PDIP)
20. Hj. Sri Mulyani periode 2017-2021 (PDIP)
21. Dr A P Ir. Sujarwanto Dwiatmoko, MSI periode 2020-2020
22. Hj. Srimulyani periode 2021-2025 (PDIP)
DAFTAR
Pepatih Dalem Surakarta :
1742-1755 KRA Pringgalaya (zaman PB II s.d PB III,
Kartasura & Surakarta)
1755-1769 KRA Mangkupraja I (zaman PB III)
1769-1782 KRA Sasradiningrat I (zaman PB III)
1782-1784 KRA Sindureja (zaman PB III)
1784-1796 KRA Jayadiningrat (zaman PB III & PB IV)
1796-1804 KRA Mangkupraja II (zaman PB IV)
1804-1810 KRA Danuningrat (zaman PB IV)
1810-1812 KRA Cakranagara (zaman PB IV)
1812-1846 KRA Sasradiningrat II (zaman PB IV, PB V, PB VI & PB VII)
1846-1866 KRA Sasradiningrat III (zaman PB VII &
PB VIII)
1866-1887 KRA Sasranagara (zaman PB IX)
KRA Mangkusuma 1887-1889
(PB IX).
KRA Sasradiningrat IV 1889-1916
(PB X & PB XI).
(Pendiri museum
di Kepatihan Kasunanan Surakarta pada tanggal 28 Oktober 1890).
KPAA Jayanegara 1916-…
(PB XI).
KPMH Sasradiningrat V …-1945
(PB XI).
KRMT Yudanagara 1945-1946
(PB XI & XII).
Akhir Kepatihan Kasunanan Surakarta yang Tragis.
Setelah
Kemerdekaan Republik Indonesia diproklamasikan, banyak wilayah di Hindia
Belanda yang bergabung ke pemerintahan ini. Salah satu pemerintahan Jawa yang
pertamakali merespon beridirnya Republik Indonesia adalah Kasunanan Surakarta.
Berdirinnya Republik Indonesia pada masa awal kemerdekaanya telah memicu
kemarahan pihak Belanda yang merasa berhak menguasai Hindia Belanda setelah
menyerahnya Jepang di wilayah Asia. Kemarahan tersebut kemudian melahirkan
perlawanan yang disebut dengan Agresi mileter Belanda I dan II.
Akibat dari
aksi tersebut, kekuatan Republik Indonesia yang masih lemah pada waktu itu
terpaksa memindahkan ibu kota negara ke Yogyakarta setelah Sri Sultan Hamangkubuwana
IX menyarankan kepada Ir. Soekarno untuk memindahkan pusat pemerintahan ke
Yogyakarta. Setelah pemindahan pusat ibu kota negara tersebut, para pihak
oposisi pemerintah juga melakukan hal yang sama dengan memindahkan pusat
kegiatan politiknya ke Jawa namun tidak di Yogyakarta, melainkan di wilayah
Kasuanan Surakarta yang menjadi tetangga Kasultanan Yogyakarta.
Awalnya pemerintah
Indonesia menetapkan bahwa wilayah Yogyakarta dan Surakarta berstatus sebagai
swapraja (daerah istimewa) di Republik Indonesia, namun pasca berpindahnya
pusat ibu kota negara dan para oposisi pemerintah, juga menimbulkan dampak besar
khususnya di Surakarta. Para oposisi ingin melakukan penggoyang terhadap
kementrian dalam negeri yang dipimpin oleh Sutan Syahrir, hal itu dilakukan
karena tindakan dari pemerintah Indonesia yang menyelesaikan agresi militer Belanda
dengan cara diplomasi bukan dengan perlawanan yang maksimal. Akhirnya dari dua sudut
yang berbeda tersebut, membuat ketidakpuasan pihak opposisi untuk melakukan
protes dan salah satunya adalah menggoyang cabinet Sutan Syarir melalui Gerakan
Anti Swapraja yang dipimpin oleh Tan Malaka, pemimpin PKI atau Partai Komunis
Indonesia (sebelum akhirnya mendirinkan Partai MURBA). Disisi lain, Tan Malaka sendiri
tidak menghendaki sebuah pemerintahan yang berbentuk feodal seperti yang
terjadi di Surakarta. Bagi masyarakat kaum merah dan masyarakat Surakarta
khususnya, mereka berpandangan bahwa sejak awal para pejabat Keraton Kasunanan
dan Kadipaten sering melakukan sikap diam atas Tindakan Belanda yang melakukan kegiatan
merampas tanah-tanah pertanian dan perkebunan milik rakyat Surakarta.
Puncaknya dari
mobilisasi kaum kiri di Surakarta adalah berhasilnya menggalang masa dengan
melibatkan hampir semua masayarakat Surakarta untuk melakukan perlawanan terhada
status Swapraja Surakarta. Hal pertama setelah mobilisasi massa adalah melakukan
aksi penculikan terhadap beberapa pejabat keraton seperti pepatih dalem K.R.M.A
Sosrodiningrat IV pada tanggal 17 Oktober 1945. Dikabarkan juga bahwa beliau
disiksa dan dibunuh setelah penculikan terjadi. Pasca tragedi tersebut,
kemudian rumah dan kantor patih dibakar oleh pendukung Gerakan antri Swaparaja.
Kekosongan jabatan patih kemudian digantikan oleh Raden Adipati Yudonagoro.
Malangnya, patih yang baru itu juga diculik dan dibunuh pada Maret 1946.
Diikuti pembunuhan pejabat-pejabat yang lain, termasuk K.R.M.T.H. Wuryoningrat
yang sempat menjabat sebagai patih menggantikan Yudonagoro. Singkatnya, akibat
dari kerusuhan-kerusuhan yang terjadi di kotapraja, Pemerintah Republik
Indonesia membubarkan DIS dan menghapus kekuasaan raja Kasunanan dan adipati
Mangkunegaran.
Dua tahun
kemudian Dalem Kepatihan memang sengaja dihancurkan. Kantor dan kediaman
pepatih dalem dibakar oleh rakyat supaya tidak diduduki dan dijadikan markas
oleh Belanda pada masa Agresi Militer II tahun 1948. Nasib yang (konon) serupa
dengan Kantor Pos Solo yang sengaja dibakar supaya Belanda tak menduduki kota.
Comments
Post a Comment